Wednesday 21 March 2018

Calon menantu idaman?


"Kalo nyari istri itu harus yang pinter ya, sarjana lah setidaknya sama kaya kamu”

Biasanya seorang ibu akan berpesan seperti itu kepada anak laki-lakinya yang beranjak dewasa, kira-kira kenapa ya harus nyari calon istri yang 'pintar'? 

life.idntimes.com

Kenapa perempuan harus berpendidikan dan berwawasan luas?

Sebelum membahas lebih jauh, saya ganti ya kata 'pintar' menjadi berpendidikan dan berwawasan luas. Karena 'pintar' umumnya hanya merujuk pada kemamuan akademis/nilai saja, sedangkan yang dimaksud oleh calon ibu mertua lebih dari itu ya. hehe

Sebenarnya kalau menurut saya pribadi, poin pentingnya bukan terletak pada seberapa tinggi ‘gelar’ yang dimiliki, tetapi pada seberapa luas wawasannya. Namun karena biasanya pengetahuan dan wawasan akan berbanding lurus dengan tingkat pendidikan, jadi di masyarakat kita kan lebih umum jika dinilai dari tingkat pendidikannya, benar tidak?

Tingkat pendidikan memang penting, tapi bukan berarti jika seorang perempuan lulusan SMA akan selalu 'kurang baik' dari pada mereka yang sarjana, bukan begitu ya. Misalnya perempuan yang SMA tersebut mempunyai kemauan dan kesempatan untuk memperluas pengetahuannya bukan tidak mungkin dia justru lebih unggul dari yang sarjana. Jadi intinya jangan berhenti untuk meng-upgrade diri ya girls :)
   
Balik lagi, kenapa perempuan itu harus berwawasan luas. Salah satu alasan pentingnya adalah bahwa ibu akan menjadi madrasah pertama bagi anak-anaknya, akan menjadi manusia yang seperti apa nantinya si anak itu semua bergantung pada pola pengasuhan orang tua, karena keluarga adalah pondasi bagi anak. Selain itu, menjadi seorang ibu sejatinya harus tau semua hal. Ibu harus bisa menjadi manager keuangan keluarga, menjadi guru untuk anak-anaknya, menjadi chef yang handal bahkan harus menjadi dokter ketika anak-anaknya sakit. Oleh karena itu, menjadi ibu perlu menguasai berbagai disiplin ilmu, kebayang kan kalau perempuan tidak berwawasan yang luas?

Terlebih di era digital dan tanpa batas seperti sekarang ini, jika kita terlalu tertinggal maka kita yang akan ditinggalkan dunia. Selain itu, juga harus bisa menyaring berbagai informasi yang sekarang sangat mudah diakses, agar bisa memilah mana berita yang bermanfaat dan mana yang hoax. Agar menjadi perempuan yang tidak hanya melek teknologi tetapi juga bijak menggunakannya. Dan satu lagi, sebagai istri seorang perempuan juga harus bisa mejadi 'teman diskusi' yang nyambung buat suaminya, dari urusan pekerjaan  hingga isu-isu terupdate. Nggak mau kan suami mencari teman 'diskusi' yang lain hanya karena istrinya nggak nyambung diajak ngobrol?


Tentang perempuan (Ibu) yang bekerja

Bahasan klasik yang selalu menarik untuk diperdebatkan, hmmm ya debat kusir sih lebih tepatnya. Sedikit beropini tentang hal ini, bagi saya pribadi, mungkin sebenarnya akan berbeda jawaban ketika saya berpendapat hari ini dengan kondisi saya belum menikah dan setelah menikah nanti, atau mungkin juga akan berbeda ketika  saya sudah mempunyai anak (menjadi ibu) dan belum.

Menurut saya, masing-masing dari kita (perempuan) berhak untuk memandang hal ini dari sudut pandangnya yang mungkin akan berbeda antara satu dengan yang lain. Dan yang perlu digaris bawahi adalah, bahwa tidak ada nilai salah dan benar yang mutlak, dan juga tidak ada siapa yang lebih baik dari siapa. Karena setiap kita (perempuan) itu istimewa dengan caranya masing-masing.

Saya setuju dengan perempuan yang bekerja selama mendapatkan izin dari suaminya, dan bagi saya pada prinsinya kerjanya seorang perempuan itu bukan untuk mencari nafkah karena bukan poin ini yang akan ditanyakan kepadanya nanti di kehidupan setelah mati, dan tentu dengan catatan bahwa kerjanya tidak melalaikan tanggung jawabnya sebagai ibu dan istri, yaitu mendidik anak dan merawat keluarganya. Bagi saya  perempuan bekerja untuk aktualisasi dirinya, berkarya dan menjadi ladang kebermanfaatan untuk sekitarnya bukan untuk mengungguli suami.

Akan berbeda mungkin ketika kondisi keluarganya jauh lebih membutuhkan kehadirannya, ya maka memilih menjadi ibu seutuhnya juga tidak salah untuk dilakukan. Dan sebaliknya, ibu rumah tangga yang kemudian harus menggantikan tugas suami karena beberapa alasan diluar keinginan dan kehendaknya. Karena sejatinya, kita tidak akan pernah mengetahui takdir seperti apa yang menanti kita di depan sana. Bekerja sendiri maksudnya bukan hanya kerja kantoran di luar rumah ya, banyak kok ibu-ibu yang tetap bisa ‘menghasilkan’ dari rumah, seperti menjalankan bisnis online, menjadi penulis lepas dan lain sebagainya.

Jika diteruskan perdebatan ini tentu tidak akan ada habisnya, jadi yang terpenting adalah bagaimana kita bisa menjadi perempuan yang bahagia, ya bahagia dengan dirinya sendiri dan peran yang sedang mereka jalani saat ini. Karena dari hati yang bahagia akan lahir ketulusan dalam berkarya. 

"Satu lagi, untuk perempuan-perempuan di seluruh dunia, tetaplah menjadi perempuan tangguh yang penuh cinta, yang tatapan matanya meneduhkan, yang pelukan dan pangkuannya menjadi tempat kembali yang selalu dirindukan"