Thursday 10 March 2016

Tentang Bocah Pemulung Sampah

Bocah  Pemulung  Sampah
Pemandangan seperti ini tentu sudah tidak asing lagi bagi kita. Lihatlah bocah lelaki ini, disaat anak-anak seumurannya sedang asyik bermain dan bercanda riang. Bocah ini justru harus berjuang keras berkutat dengan tumpukan sampah dan bau tidak sedap. Mengais rejeki dari tempat sampah satu ke tempat sampah yang lain. Tentu bukan keinginannya untuk menjadi seperti ini. Tapi keadaanlah yang memaksanya. Memaksanya meninggalkan indahnya masa-masa bermainnya.
Ayah ibu mana yang menginginkan  anak-anaknya menjadi seperti ini? Tentu tidak ada. Hati orang tua mana yang tidak merintih melihat pemandangan seperti ini. Begitu pun dengan orang tua bocah lelaki ini, tentu mereka tidak pernah berharap melihat anaknya mengais-ngais tempat sampah hanya demi sesuap nasi atau sebatang permen lollipop manis kesukaan anak-anak sebayanya. Tetapi apa daya, saat permasalahan-permasalahan ekonomi klasik membelenggunya. Mereka terpaksa merelakan buah hatinya mengais nafkah dengan tangan-tangan mungil itu. Bukan tanpa sebab, semua ini demi urusan perut dan perkara menyambung hidup.
Sudah sepantasnya kita menghargai dan belajar banyak darinya. Diusianya yang masih sangat belia, bocah ini sudah mengerti tentang kerasnya kehidupan ini. Tentang kerja keras, perjuangan, dan kemandirian. Mereka terdidik bukan untuk menjadi seorang yang pemalas. Mereka bukanlah anak-anak manja yang senantiasa merengek dan berlindung di bawah ketiak ibunya.  Meskipun pekerjaan yang dijalaninya ini sering dianggap menjijikkan serta dipadang sebelah mata oleh kebanyakan orang. Namun, mereka jauh lebih baik dari orang-orang yang hanya berpangku tangan dan mengharap belas kasihan orang lain.
            Jadi, masih pantaskah kita mengeluh dan tidak bersyukur dengan keadaan kita saat ini? Tidak sadarkah kita, bahwa kita jauh lebih beruntung darinya?




0 komentar:

Post a Comment